Senin, 14 Juni 2021

Curug Kiara - Pesona Eksotisme yang Bernuansa Mistis


Bogor terkenal akan keindahan alamnya. Bogor juga terkenal dengan sebutan kota seribu curug. Wilayah yang banyak curugnya tersebar di daerah Sentul, daerah Cigombong dan tentunya yang terbanyak di daerah kaki gunung salak. kali ini saya akan membahas salah satu curug yang masih sangat alami di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNHGS).

Curug ini adalah Curug Kiara. Lokasinya ada di Desa Ciasihan, Pamijahan, Kabupaten Bogor. Curug ini berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. di Lokasi Curug Kiara ini ada beberapa curug yang cukup populer seperti curug Walet, curug bidadari, dan curug batu ampar. Keunikan dari curug Kiara ini adalah adanya tangga kayu yang berdiri hampir 90 derajat. untuk menuju kolam curug, sobat harus menuruni tangga tersebut. suasananya yang masih alami dan asri menambah sensasi mistis di curug ini.


untuk aliran curugnya sendiri terbilang cukup deras. namun kolam curugnya tidak terlalu dalam dan tidak terlalu luas. Airnya jernih dan segar. Curug kiara ini yang paling pertama kita temui diantara curug-curug lainnya dikawasan ini. untuk menuju curug ini, sobat bisa menggunak google maps dengan keyword curug kiara. Jalan menuju kesana sudah cukup baik, hanya saja terbilang sempit jika menggunakan mobil. Dari lokasi parkir, sobat harus jalan sekitar 30 menit melewati hutan dan saluran irigasi, dengan jurang disebelah kirinya. Sebelum masuk ke lokasi, kita harus membayar retribusi Taman Nasional Gunung Halimun Salak sebesar Rp. 12.500,-. Lalu di loket curug, kita harus membayar lagi sebesar Rp.20.000,- dan bisa untuk 4 curug.


Menurut saya, pemandangan curug ini sangat eksotis. Sangat cocok untuk kita yang hobi fotografi sekaligus mencari kesegaran yang hakiki. Jika sobat ingi tau lebih jauh, silahkan lihat video di bawah ini.




Ciri-ciri adanya Masalah pada Racksteer dan Cara mengatasinya

    Halo sobat, kali ini saya akan share tentang salah satu masalah yang sering dialami oleh pengguna mobil eks taksi khususnya limo eks taksi. Mobil eks taksi pasti sudah menempuh jarak perjalanan yang sangat panjang, sehingga bagian kaki-kaki perlu menjadi perhatian serius dalah hal perawatan. Apalagi untuk jenis mobil sedan dan penggerak roda depan, otomatis beban kaki-kaki menjadi lebih berat. Dan salah satu bagian yang sering mengalami masalah adalah "Racksteer".

    Ciri-ciri racksteer mobil anda bermasalah biasanya adalah adanya bunyi gluduk-gluduk jika melewati jalan yang jelek. Selain itu, saat melewati jalan jelek, steer terasa goyang. Tentunya hal ini akan sangat membuat pemilik mobil pusing tujuh keliling. Dan jika dibiarkan, akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.



    Untuk penggantian racksteer ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk racksteer baru toyota limo, harganya berkisar tujuh jutaan. Alternatifnya, sobat bisa mencari racksteer copotan yang harganya berkisar dua jutaan. Namun jika sobat kesulitan mencari barang copotan dan barang baru terlalu mahal, sobat bisa menggunakan alternatif lain yaitu memperbaiki atau merekondisi racksteer yang rusak tersebut. Namun hal tersebut bisa dilakukan bila kondisi kerusakan belum terlalu parah. Jika gigi-gigi racksteer sudah rusak parah atau protol, terpaksa sobat harus mengganti segelondongan.

    Sobat bisa mencari bengkel khusus racksteer di daerah tempat sobat tinggal. Untuk sobat yang berdomisili di Depok dan sekitarnya, bisa mencoba bengkel perbaikan racksteer "YPS Puja". Pengalaman penulis, bengkel ini cukup rekomen dan bagus pengerjaannya. terbukti, mobil penulis masih awet sejak servis disini sudah lebih dari 2 tahunan. Harga servis racksteer disini cukup mahal sekitar satu setengah sampai dua juta tergantung kerusakan. 

    Jika sobat berminat, sobat bisa berkunjung ke bengkel YPS Puja yang beralamat di jalan Nusantara Depok. Atau sobat bisa mencari di google maps dengan kata kunci "bengkel YPS Puja". Montirnya cukup ramah dan cekatan. Berikut video saat mobil penulis servis disana.




Minggu, 13 Juni 2021

Berburu Monstera Deliciosa King langsung ke Petani

        Saat ini, masyarakat sedang mengalami demam tanaman. Seperti halnya beberapa tahun lalu dimana hampir setiap lapisan masyarakat heboh dengan tanaman gelombang cinta. Tak jarang ada yang mengatakan ini hanyalah "monkey bussiness" seperti halnya batu akik, ikan lohan dan lainnya. 

    Salah satu tanaman yang cukup populer dan digandrungi adalah Monstera King atau Monstera Deliciosa. Daun yang lebar dengan ciri khas daun belah atau bolong menjadi daya tarik tanaman ini. Semakin besar daun dan banyak belahnya membuat harganya semakin mahal. Namun kalian harus hati-hati jika membeli tanaman ini secara online, karena tanaman ini punya kembaran yang sangat mirip dengan harga lebih murah. kembarannya adalah Monstera Borsigiana. Perbedaannya terletak dipangkal daun, dimana pada Monstera King ada gerigi-gerigi. Harga Monstera King mulai dari seratus ribuan untuk ukuran kecil sampai di atas satu jutaan untuk ukuran besar. 

    Kalau kalian ingin mendapatkan harga lebih murah, kalian bisa membelinya langsung dari petani. Penulis pernah membeli langsung dari petani monstera di daerah serpong. Dan menurut pengalaman penulis, harga yang ditawarkan memang jauh lebih murah. Saat itu penulis membeli monstera king 3 daun besar dengan akar gondrong seharga dua ratus lima puluh ribu rupiah saja. Bagaimana, apakah kalian tertarik?. Jika tertarik kalian bisa tonton video di bawah untuk mengetahui info tentang petani monstera king. Selamat berburu sobat.




Sabtu, 12 Juni 2021

Mobil Toyota Vios Eks Taksi, Solusi Kendaraan Murah dengan Harga Terjangkau

        Saat ini, kebutuhan akan kendaraan roda empat atau mobil sangatlah tinggi. Apalagi para kaum muda milenial, mobil seakan menjadi kebutuh wajib selain dari gadget. Pemerintah pun sepertinya turut mendukung dengan mengesahkan regulasi tentang izin mobil murah atau LCGC. ditambah lagi dengan maraknya pembangunan jalan tol yang semakin memanjakan para pengguna kendaraan roda empat.

        Namun begitu, harga mobil tiap tahun juga semakin mahal. Tak jarang ini membuat kaum muda dengan gaji menengah mengurungkan niatnya untuk membeli mobil baru. Namun bagi anda yang sudah kadung ingin memiliki kendaraan roda empat tak perlu khawatir, karena banyak mobil-mobil bekas dengan harga terjangkau. Bahkan ada yang harganya hanya seharga Honda Vario baru. Tetapi sobat perlu lebih cermat jika memutuskan untuk memilih mobil bekas. Selain usia yang sudah tidak muda lagi, tentunya banyak bagian-bagian yang perlu perawatan atau bahkan penggantian. Tak jarang dibalik harga yang murah, justru kita malah keluar biaya yang cukup besar untuk proses perbaikannya. 

        Selain mobil bekas yang banyak dijual di showroom maupun market place, sobat juga bisa mempertimbangkan membeli mobil eks taksi. Saat ini banyak mobil-mobil eks taksi yang dijual dengan berbagai jenis, merk dan harga. Ada Toyota Limo, Toyota Vios, Toyota Alphard. Ada juga merk Nissan Latio, Honda Mobillio, dan yang terbaru Toyota Transmover. Kelemahan mobil eks taksi adalah jarak tempuhnya yang sudah sangat banyak. Namun, mobil eks taksi juga memiliki kelebihan antara lain, mesin yang digunakan sudah teruji dan terkenal bandel, irit dan bila membelinya di pool Blue bird biasanya kondisi dan surat-suratnya lebih terjamin. Berikut testimoni pengguna eks taksi yang cukup puas.

   

 Bagaimana? apakah sobat tertarik untuk membeli mobil eks taksi?

Jumat, 20 April 2018

Working Memory , Hilangnya Kecekatan, Nalar dan Kebingungan

waznd.org

Working Memory

Setiap semester, saya selalu mengajar tipe mahasiswa yang berbeda-beda. Kadang saya berkata kepada asisten saya, “Kali ini mahasiswa saya pandai-pandai.” Ya, pandai menganalisis, me­lakukan sintesis, menyelesaikan tugas, aktif berpartisipasi, dan sedikit sekali yang tak menyelesaikan tugas.

Kelas seperti itu sangat cheerful, penuh kebahagiaan dan spi­rit perjuangan yang tak ada matinya. Mereka ikut ke mana saya pergi. Ya ke pulau terpencil, ya ke luar negeri. Hadir dalam seminar, ikut rekaman televisi, bermain dalam outbond , berjualan di kaki lima, nonton film, dan sebagainya. Mereka belajar teori sekaligus praktik. Tak mengeluh meski tugas lain juga seabrek-abrek. Melatih otak, keberanian, sekaligus melatih mental. Tetapi di lain kesempatan, saya juga menemukan kelas yang lemot.

Kata anak-anak muda, “Capek, deh!” Anehnya, adakalanya itu juga ada di kelas S-3 yang isinya para dosen, pejabat publik, atau manajer. Selain mereka kurang fokus, tidak jarang saya juga merasa sangat letih ibarat mendorong mobil yang mogok. Tentu saja ini bukan hanya ada di S-3. Kadang juga di program S-1 dan S-2. Sewaktu-waktu kita temui beberapa orang yang lemot mendominasi kelas. Sulit menganalisis, mudah lupa, dan cenderung abai. Akibatnya, kelas menjadi murung seperti kereta api yang lagi langsir.

Mereka hadir tanpa membawa ringkasan dan belum mem­baca buku saat datang ke kelas, “lupa” menyelesaikan tugas, mudah lupa terhadap teori-teori dan bacaan penting yang ba­ru diberikan seminggu lalu, dan seterusnya. Keluhan seperti itu ternyata juga ada di dua sisi: di antara para guru dan pe­gawai di dunia kerja. Belakangan ini kita juga banyak mende­ngar keluhan dari para manajer, birokrat senior, dan para gu­ru tentang hal yang serupa yang diamati mereka di dalam or­ganisasi mereka. Gejala apa ini?

Inilah yang disebut dengan working memory . Untuk menjadi manusia yang memiliki mental sebagai driver , tentu dibutuhkan working memory yang kuat. Artinya, tak mudah lupa dan sigap. Artinya, sistem memori bekerja dan selalu aktif, cekatan. Ini artinya pula, di awal dunia kerja, kita perlu melatih kembali working memory kaum muda agar pikiran mereka tetap aktif, menjadi lebih peduli, lebih cekatan, dan mampu berpikir cepat.

Coba Anda bandingkan mahasiswa-mahasiswa yang datang dari daerah pegunungan yang jauh dari kompleksitas kehidup­an, dengan mahasiswa-mahasiswa yang besar di kota-kota besar. Dilatih oleh lingkungan yang tenang, kurang tantangan, dengan guru-guru yang tak banyak menuntut akan jauh berbeda dengan mereka yang biasa dikejar-kejar, harus lari di tengah lalu lintas yang padat, awas di bus, awas di jalan, awas di kelas. Itulah awalnya.

Hilangnya Kecekatan

Sudah lama kita tidak mendengar kata kecekatan. Seakan-akan ke­cerdasan emosi dan IQ, nilai angka, adalah segala-galanya. Padahal, dulu para orangtua melatih anak-anaknya agar cekatan: cepat kaki-ringan tangan, segera jalankan tugas, bersihkan tem­pat tidur, dan seterusnya.

Belakangan, tubuh kaum muda kita cenderung menjadi agak malas, kurang gerak. Bahkan tanpa harus berpikir, banyak hal bisa datang sendiri.

Di negara-negara industri, problem seperti ini sudah la­ma disadari dan mereka mengambil langkah cepat untuk mem­perbaruinya. Tanpa kecekatan, produktivitas perekonomian suatu bangsa akan terhambat. Orang akan saling menunggu, menjadi penonton dan penumpang ( passenger ), bukan duduk di depan menjadi pengemudi ( driver ). Dijamin dengan upah minimum yang tinggi, suatu ketika mereka akan menjadi sangat menuntut walaupun produktivitasnya rendah.

Working me­mory atau kemampuan mengelola informasi dengan cepat adalah seperti kita melihat komputer yang sedang bekerja mengolah data besar.

Satu data datang, yang lain disimpan sementara, seperti se­buah “ post it notes ” yang menghubungkan pikiran kita dari satu info ke info lainnya. Informasi itu saling berhubungan satu dengan lainnya dan begitu terlatih, kita akan cekatan dalam bertindak, berpikir, dan mengumpulkan sesuatu. Work­ing memory adalah sebuah keterampilan yang dilatih se­dari dini untuk menyimpan beberapa informasi sekaligus, se­mentara informasi yang lainnya terus berdatangan dan kita harus memilih, mendahulukan satu di antaranya, namun tak melupakan yang datang lebih dulu.

Dengan begitu, kita akan tetap ingat terhadap tugas-tugas yang telah disampaikan, keputusan rapat terdahulu, dan se­terusnya. Tentu saja sejak lahir setiap anak memiliki kualitas working memory yang berbeda-beda. Namun jangan lupa, ada perbedaan mendasar antara lupa karena kualitas memori (seperti para orang tua) dengan pelupa karena mengabaikan. Se­cara alamiah kita mudah lupa, tetapi kita bisa mencatat atau merekamnya. Jadi, lupa juga bisa mencerminkan sifat meng­abaikan terhadap komitmen. Tentu saja, ini juga tergantung pada gizi, kebiasaan di rumah, bentuk permainan, dan lingkung­an seseorang berada. Tetapi, guru sering kali membanding-bandingkan anak yang satu dengan yang lain pada usia yang sama karena pada usia kronologis tertentu dipahami seorang anak sudah bisa melakukan beberapa hal sekaligus.

Misalnya, anak usia 5 tahun umumnya sudah memiliki ke­terampilan menyimpan satu-dua informasi yang diingat de­ngan baik. Sedangkan pada usia 10 tahun bisa tiga informasi, dan 14 tahun dapat menyimpan empat informasi lengkap. Tentu saja bukan hanya mengingat. Mereka juga melatih diri menghubungkan logika masing-masing informasi itu, sehingga pada usia dewasa mereka bisa cepat beradaptasi, tidak keras kepala bertahan pada logika-logika yang tak masuk akal, meski saling bertentangan.

Annie Stuart (2013), ahli pendidikan, mengatakan, orangtua dan pendidik sebaiknya mengenal kemajuan kualitas keteram­pilan working memory anak-anaknya. Janganlah kita membiarkan anak-anak hidup seenaknya, boleh melakukan apa saja, dan tidak bertanggung jawab. Maksud saya agar mereka selalu ingat beberapa hal yang menjadi tanggung jawabnya. Semua itu harus dilatih agar mereka kelak mampu menjadi pribadi yang unggul, bukan pelupa yang ignorant (mengabaikan) atau meremehkan.

Kenali tanda-tandanya, berikan tes tertulis dan kirim anak-­anak pada ahlinya untuk dilatih kembali, serta biasakan hidup sehat dalam berpikir. Ia memberikan serangkaian sinyal yang perlu diperhatikan orangtua. Kenali gejala-gejala disorder be­rikut ini: meninggalkan tugas sebelum diselesaikan (misalnya bermain tidak sampai tuntas sudah berpindah-pindah, makan tak mencuci piring), sering berkhayal tanpa kejelasan, tidak me­lakukan pekerjaan rumah yang diberikan sekolah, sering lupa jawaban yang sudah diketahui meski sudah angkat tangan, sering kali kacau dalam menata atau memasang suatu kesatuan, termasuk gagal menyusun dua kalimat yang berdiri sendiri menjadi satu.

Nalar dan Kebingungan

Memang, gagasan ber­pikir akan tampak dalam bahasa dan matematika, tetapi sumber­nya bisa jadi bukan dalam pelajaran yang diberikan para guru dalam bidang bahasa dan matematika. Sumbernya, sekali lagi, ada­lah pada keterampilan berpikir: executive functioning dan working memory yang meliputi banyak hal.

Anak kita perlu mengetahui di mana kekurangan dan ke­lebihannya. Karena mereka dilahirkan dan dibesarkan dengan kualitas yang berbeda-beda. Tentu saja tidak dapat dituntut hasil yang sama. Anak-anak tertentu misalnya mampu berhitung de­ngan angka-angka, yang lain perlu dilatih dengan cara men­dengarkan cerita, ada yang membutuhkan alat bantu visual, musik, dan seterusnya.

Pada waktunya, anak-anak yang dididik dalam keterampilan berpikir yang benar akan mampu keluar dari masalah yang di­hadapinya. Namun, sebagian lagi mungkin saja tak mampu ber­tarung dalam persekolahan biasa, bahkan gagal berinteraksi dalam medan kerja seperti eksekutif lainnya. Tetapi, bukankah dunia ini penuh pilihan? Dalam sebuah e-mail , seorang guru di Amerika Serikat mengaku pada usia 48 tahun ia baru menyadari bahwa sejak kecil menderita executive functioning disorder .

Guru-guru lain sudah lama melihat gejala itu pada diri­nya. Tetapi, ia baru mengikuti serangkaian tes tentang hal ini pada usia 48. Padahal, sehari-hari ia biasa mengajar anak-anak de­ngan learning disabilities . Rekan-rekan kerjanya sering me­nge­luh. Ia menjadi penyendiri dengan rasa percaya diri yang ren­dah, kariernya tidak begitu cemerlang, tetapi dibiarkan oleh lingkungan. Kini, pada usia 48, ia justru menjalani terapi dan merasa selalu ada jalan keluar. Tidaklah ini juga mungkin ter­jadi pada kita?

Cognitive Inflexibility

Anda mau tahu mengapa di sini banyak orang bergelar aka­demis tinggi kurang berhasil, kaku, bahkan frustrasi dalam hidupnya? Pertanyaan seperti ini juga banyak diajukan para sekjen kementerian yang tengah menggelorakan reformasi birokrasi. “Saya heran sekolahnya bagus-bagus, tetapi banyak yang sulit diajak maju dan tak punya inisiatif. Semuanya terpaku pada cons­traint .” Di dalam birokrasi itu sendiri, orang-orang hebat bukan tidak tahu masalah yang dihadapi, melainkan tak ber­daya mengatasinya. Semua orang bekerja under constraint, te­tapi kalau constraint selalu dijadikan alasan, ini sudah menjadi penyakit mental yang disebut cognitive inflexibility.

Tapi nanti dulu, pertanyaan serupa ternyata juga datang da­ri banyak manajer HR yang mulai “trauma” merekrut pegawai yang terlalu pandai, tetapi kurang bisa menerima pandangan lain yang berbeda. Saya pun menganggukkan kepala. Tapi bukankah itu juga terjadi pada mereka yang kurang pintar?

Anak-anak yang memiliki working memory yang kuat dan memiliki kemampuan berpikir kritis dan logis, bisa cepat sukses. Tetapi di mana kemampuan fleksibilitas dan kreativitasnya? Mengapa orang-orang hebat menjadi “kaku”, gagal melihat dan mengambil “kesempatan” emas yang bisa memajukan bangsanya?

Saya bisa bercerita panjang-lebar mengenai Ali (lihat boks Melatih Motorik Executive Functioning pada Anak), tetapi ce­rita ini mungkin juga ada di rumah Anda, di sekitar Anda. Betapa banyak anak-anak yang merindukan masa depannya dari para orangtua penuh kasih sayang. Anak-anak seperti ini belum membutuhkan calistung (baca-tulis-berhitung) seperti yang sering dipergunjingkan orangtua di depan sekolah yang membangga-banggakan anak-anaknya. Anak seakan-akan hebat sudah bisa membaca, berhitung, berbahasa Inggris, menghafal ayat, peta dunia dan sebagainya. Padahal ada fondasi yang ra­puh, yang sering luput dari perhatian kita. Dan itu hanya bisa dilihat dengan hati, dengan kepedulian.

Motorik kasar dan halus butuh perubahan sebelum mereka mengenal hal-hal besar yang sering diributkan guru-guru besar saat mendebatkan kurikulum. Ini modal dasar seorang ber­mental driver . Saya ingin mengajak Anda mengulurkan ta­ngan, meminjamkan kecerdasan untuk membantu mereka, bu­kan untuk adu ideologi, apalagi adu kelihatan pintar. Medan pengabdian dalam pendidikan sangat luas.

Anda, misalnya, tentu bisa bergabung dengan kitabisa.co.id untuk meminjamkan kepintaran Anda, untuk ikut me-lakukan perubahan. Karena, di luar sana ada banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu bantuan. Mereka kini sebagian sudah dewasa, sedang berpeluh keringat memasak minyak kayu putih di Pulau Buru, belajar di terminal, dan lain sebagainya. Sebab, perubahan itu memang butuh kolaborasi besar-besaran. Anak-anak kita pasti butuh kasih sayang kita, dan Anda pun pasti bisa.

waznd.org

Kamis, 19 April 2018

Focus dan Self Control

waznd.org

Focus dan Self Control

Istilah executive functioning sendiri kini mulai dipakai para pendidik dan ahli manajemen karena merupakan modal dasar bagi kaum muda untuk menjadi a good driver . Tanpa executive functioning , kaum muda akan berhenti sekolah sebelum selesai, berhenti mendaki sebelum mencapai puncak gunung yang in­dah. Executive functioning diaktifkan melalui tiga elemen psi­kologis yang bisa dilatih, yaitu inhibitory control (tahu dan tidak melakukan apa yang tidak boleh diucapkan/dilakukan) dan self regulation (meregulasi diri), working memory (kemampuan menata informasi dengan tanggap dalam memori), dan cognitive flexibility (kemampuan beradaptasi).

Istilahnya terdengar teknis, tetapi sesungguhnya mudah di­pahami. Inhibitory control intinya adalah pengendalian diri. Kita perlu melatih kaum muda mengendalikan simpul-simpul saraf “liarnya” dalam berhubungan dengan orang lain, sehingga tidak menjadi sosok yang asal bicara, asal bertindak seperti main siram atau tendang hingga mereka dewasa. Persis seperti politisi-politisi atau tokoh-tokoh ormas yang sering membuat sensasi murahan di depan kamera televisi.

Artinya, hidup ini bukan membiarkan simpul-simpul liar itu bekerja otomatis, mengalir begitu saja tanpa mempertimbangkan kehadiran orang lain, tempat, dan waktu. Anak-anak perlu di­latih mengendalikan ego, berpikir dulu sebelum bertindak. Ber­pikir tentang orang lain, membentuk rasa hormat sehingga terbiasa mengendalikan diri. Singkatnya, hidup ini ada aturan­nya. Seorang good driver tak bisa sesuka hati mengemudi­kan dirinya tanpa mematuhi aturan-aturan baik yang tertulis mau­pun tidak.

Apa yang harus mereka lakukan bukanlah berbalas-balas­an (“ tit for tat ”) saat mainannya dirampas, dirinya diolok-olok, di­ren­dah­kan, atau diganggu haknya. Atau saat orang dewasa mendapat informasi yang tidak sesuai dengan keinginannya dan menghadapi perasaan-perasaan pribadinya saat tersinggung dan sebagainya. Mereka yang tak terlatih akan membiarkan dirinya makan tanpa batas, menguras sesuatu tanpa kesadaran bahaya terhadap hidupnya.

Saya ingin mengajak Anda berkunjung ke PAUD-TK Kuti­lang-Rumah Perubahan untuk melihat bagaimana pembentuk­an karakter dimulai dari usia paling dini. Di sana, Anda tak akan melihat sekolah seperti layaknya kelas yang dulu Anda ja­lani. Di sana hanya ada anak-anak yang bermain dan ber­main. Tetapi tanpa disadari, mereka belajar berhitung, men­jalankan role-playing yang ada aturannya. Aturannya adalah sa­ling menghormati, tahu batas waktu (sehingga kalau terlalu lama berebutan peran maka waktu bermain hanya tinggal sedikit), negosiasi, merancang cerita bersama, dan bila harus menggu­na­kan alat permainan (misalnya permainan balok) ambillah secu­kupnya. Maksud saya semampu atau semuat tangan mengambil.

Permainan balok di TK ini juga sangat mengasyikan, siswa-siswi kecil sejak awal harus bermain dalam satu bidang yang ada batasnya, yaitu alas tripleks ukuran 60 cm x 120 cm. Me­ngapa? Setiap anak harus tahu bahwa hidup ini ada aturan dan batasan-batasannya.

Saya bisa paham karena anak-anak yang tidak dibatasi bisa menjadi sangat liar, sangat bebas. Dan begitu kita tidak mem­bentuknya sedari dini, maka kita pun akan menyesal. Tetapi ini belum cukup. Kita tidak bisa asal membatasi. Anak-anak ju­ga butuh kreativitas, perlu diasah cognitive flexibility -nya agar mudah beradaptasi dalam berbagai situasi yang berubah. Anda tahu di atas papan tripleks itu anak-anak bisa membuat po­tongan balok-balok ringan itu menjadi apa? Kalau Anda datang ke TK ini, pasti Anda akan terkejut betapa hebatnya daya imajinasi anak-anak kampung yang dididik oleh guru-guru hebat. Mereka bisa membuat Kapal Titanic yang indah, Masjid Istiqlal, Gereja Katedral dengan menaranya, atau bangunan-bangunan lain yang tak terbayangkan. Itulah benih-benih kreativitas.

Jadi, membentuk karakter dimulai dari usia dini, termasuk di dalamnya adalah kemahiran mengendalikan perhatian se-hingga mampu fokus dan respek terhadap orang lain yang sedang bersama mereka.

Saat mereka menjadi orang yang lebih dewasa, ketika me­nyetir mobil, tentu mereka harus fokus terhadap jalan, bukan terhadap hal-hal lain seperti layar televisi, SMS, atau me­dia sosial. Anak-anak yang terlatih fokus akan lebih menikmati “pengalaman” mencapai sesuatu, ketimbang sesuatu itu sendiri (yang telah tercapai). Mereka kelak bisa membedakan capek fisik—sehingga cepat menyerah karena ingin cepat-cepat me­nikmati secara duniawi dan menjadi the campers (berkemah se­belum puncak), atau bergerak terus—menjadi the climbers yang menikmati perjalanan seakan tanpa letih (Stoltz, 1999).

Maka itu, melatih anak-anak fokus adalah melatih diri mereka agar terbiasa hidup dalam aturan yang disepakati, yai­tu fokus pada kesepakatan, mengabaikan hal-hal yang tidak pen­ting, dan tak pulang sebelum selesai. Dulu saya pikir, melatih hal-hal seperti ini sulit sekali. Ini ada benarnya, sebab berkali-kali saya “dikerjai” orangtua murid untuk mengajar di depan anak-anak mereka yang masih duduk di bangku TK dan SD, dan saya menyerah. Ampun, mereka tidak fokus.

Saya juga pernah membawa seorang jagoan hipnotis untuk menghibur anak-anak di rumah baca kami di Rumah Perubah­an. Waktu itu, kami belum memperkenalkan metode yang me­latih mereka meregulasi diri dan fokus. Ternyata, ia pun me­nyerah. Konon, anak-anak yang tak fokus itu sulit sekali di­hipnotis. Mereka terlalu riang dan lepas, bicara sendiri-sendiri dengan kelompoknya, sedangkan anak-anak yang jahil menjitak kepala temannya dari belakang.

Rupanya, melatih anak-anak seperti itu ada metodenya se­perti yang saya jelaskan di atas. Anak-anak bisa begitu fokus, bisa tetap kreatif dalam aturan yang disepakati. Dan setelah men­dalami konsep ini, saya mengatakan pada orangtua dan guru, inilah executive functioning .

waznd.org

Rabu, 18 April 2018

Pegawai dan Staf Kita

waznd.org

Pegawai dan Staf Kita

Saya pikir, bukan cuma anak-anak kita yang punya masalah. Pegawai, staf, bahkan atasan kita juga banyak yang menyimpan masalah. Seperti yang saya uraikan dalam Bab 2–5, pegawai-pegawai itu banyak yang telah terpola menjadi manusia pas­senger . Bahkan ditemui pula sejumlah bad passenger . Ini ten­tu masalah besar bagi pengaderan eksekutif bisnis dan kepemim­pinan di birokrasi.

Mentalitas passenger pada dasarnya terbentuk karena kurang terlatihnya life skills seseorang sehingga individu itu menjadi tidak cekatan dan terbelenggu. Executive functioning dan self re­gulation -nya tidak jalan. Terdapat indikasi kuat anak-anak muda sangat tidak fokus dalam bekerja. Pikirannya bercabang-cabang. Lambat laun mereka akan sangat mengandalkan corpo­rate branding sehingga perusahaan tumbuh karena customers atau clients yang datang sendiri. Inisiatif mereka untuk menda­tangi dan melayani kurang kuat. Umumnya punya ilmu, te­tapi—maaf—“malas” menggunakan ilmu-ilmu yang mereka miliki untuk berpikir, menganalisis, mencari penyebab, dan memecah­kan masalah-masalah yang dihadapi.

Nanti, begitu datang pimpinan yang cekatan dan mempu­nyai kemampuan entrepreneurial yang kuat, barulah mereka pontang-panting belajar lagi. Tak semuanya bisa ikut. Sebagian malah marah-marah ketika dipaksa berpikir, dan “ bar ” (garis bawah target)-nya dinaikkan.

Lebih jauh lagi, kalau tidak kita bentuk, maka mereka akan lebih banyak mengeluh karena semakin hari semakin terlihat ti­dak berkarya, lalu terancam berbagai sanksi. Mulailah mereka merasa diperlakukan kurang adil karena gaji teman-temannya yang lebih muda naik lebih cepat, posisi para driver melonjak tinggi sementara mereka tetap di bawah. Menjadi complainer dan terlihat kumuh, kurang mampu membeli kesejahteraan dan kebahagiaan.

Mereka menjadi bad passenger yang mudah tersulut ge­rakan-gerakan sakit hati. Lalu, mereka akan berlindung pada organisasi-organisasi yang didirikan kalangan pecundang ( losers ). Mereka lalu dapat bergabung dan mendompleng ke dalam kegiatan-kegiatan perlawanan terhadap perubahan dengan satu senjata: demonstrasi dan pemogokan kerja.

Sekali lagi, perhatikanlah diagram yang ada di bab 2–5 seperti ini.

Setiap passenger bisa memilih, menjadi bad or good , atau sekalian menjadi bad driver. Dan, perusahaan atau institusi pun punya pilihan: memasukkan mereka ke dalam “lemari es”atau melakukan transformasi. Pengalaman kami di Rumah Perubahan menunjukkan transformasi harus dimulai dari upaya sungguh-sungguh untuk mengubah para passenger ini menjadi good passenger , lalu menjadi good driver . Memberikan mereka pelatihan-pelatihan manajerial saja takkan membuahkan hasil yang bermanfaat.

Executive Functioning

Saya ingin kembali ke dunia yang tengah dihadapi oleh kaum muda, yang kelak akan juga menjadi eksekutif. Anak-anak kita dan para pekerja (serta eksekutif) muda menghadapi dunia baru yang benar-benar berbeda dengan kita, sehingga mudah sekali “berpaling” dari hal-hal rutin seperti sekolah dan belajar. Sekali lagi, pahamilah bahwa mereka hidup dalam dunia yang penuh dengan “gangguan” ( distraction ), seperti media sosial dan telekomunikasi yang saling bersahutan. Kita semua akan sangat kesulitan menjaga dan membimbing anak-anak kita bila modal dasar executive functioning tidak ditanam sejak dini. Apalagi bila sekolah hanya fokus pada angka dan huruf, seakan-akan pe­ngetahuan dan rumus adalah segala-galanya.

Menurut berita yang saya baca, Dul (AQJ) ternyata sudah sejak bulan Juni (2013) tak sekolah (kasus tabrakannya terjadi September 2013). Saya tak tahu tentang kebenaran berita ini. Tetapi Minggu dini hari itu ia masih mengendarai mobil, meng­antar pacar lewat jalan tol, tentu dapat mengindikasikan anak itu (ini juga bisa terjadi pada anak-anak kita, bukan?)

telah hidup dalam abad distraction . Dan, kemungkinan mengalami kesulitan untuk fokus sekolah dan belajar. Studi-studi tentang executive functioning antara lain bisa kita temui dalam buku Ellen Galinsky dan Debora Philip ( Mind in the Making: The Seven Essential Life Skills Every Child Needs , 2010).

Mereka menemukan, pada abad ini, kaum muda perlu menda­pat fondasi hidup yang jauh lebih penting dari sekadar tahu angka dan huruf. Kaum muda itu perlu dilatih tiga hal: working memory, inhibitory control , dan cognitive flexibility. Ketiga hal itulah yang akan membentuk generasi emas yang bertanggung jawab dan produktif. Mereka sedari dini perlu dibentuk untuk bekerja secara efektif, fokus, tahu dan bekerja dengan aturan, sikap positif terhadap orang lain, mengatasi ketidaknyamanan dan permintaan yang beragam, serta cara mengelola informasi yang datang bertubi-tubi.

waznd.org