Rabu, 18 April 2018

Pegawai dan Staf Kita

waznd.org

Pegawai dan Staf Kita

Saya pikir, bukan cuma anak-anak kita yang punya masalah. Pegawai, staf, bahkan atasan kita juga banyak yang menyimpan masalah. Seperti yang saya uraikan dalam Bab 2–5, pegawai-pegawai itu banyak yang telah terpola menjadi manusia pas­senger . Bahkan ditemui pula sejumlah bad passenger . Ini ten­tu masalah besar bagi pengaderan eksekutif bisnis dan kepemim­pinan di birokrasi.

Mentalitas passenger pada dasarnya terbentuk karena kurang terlatihnya life skills seseorang sehingga individu itu menjadi tidak cekatan dan terbelenggu. Executive functioning dan self re­gulation -nya tidak jalan. Terdapat indikasi kuat anak-anak muda sangat tidak fokus dalam bekerja. Pikirannya bercabang-cabang. Lambat laun mereka akan sangat mengandalkan corpo­rate branding sehingga perusahaan tumbuh karena customers atau clients yang datang sendiri. Inisiatif mereka untuk menda­tangi dan melayani kurang kuat. Umumnya punya ilmu, te­tapi—maaf—“malas” menggunakan ilmu-ilmu yang mereka miliki untuk berpikir, menganalisis, mencari penyebab, dan memecah­kan masalah-masalah yang dihadapi.

Nanti, begitu datang pimpinan yang cekatan dan mempu­nyai kemampuan entrepreneurial yang kuat, barulah mereka pontang-panting belajar lagi. Tak semuanya bisa ikut. Sebagian malah marah-marah ketika dipaksa berpikir, dan “ bar ” (garis bawah target)-nya dinaikkan.

Lebih jauh lagi, kalau tidak kita bentuk, maka mereka akan lebih banyak mengeluh karena semakin hari semakin terlihat ti­dak berkarya, lalu terancam berbagai sanksi. Mulailah mereka merasa diperlakukan kurang adil karena gaji teman-temannya yang lebih muda naik lebih cepat, posisi para driver melonjak tinggi sementara mereka tetap di bawah. Menjadi complainer dan terlihat kumuh, kurang mampu membeli kesejahteraan dan kebahagiaan.

Mereka menjadi bad passenger yang mudah tersulut ge­rakan-gerakan sakit hati. Lalu, mereka akan berlindung pada organisasi-organisasi yang didirikan kalangan pecundang ( losers ). Mereka lalu dapat bergabung dan mendompleng ke dalam kegiatan-kegiatan perlawanan terhadap perubahan dengan satu senjata: demonstrasi dan pemogokan kerja.

Sekali lagi, perhatikanlah diagram yang ada di bab 2–5 seperti ini.

Setiap passenger bisa memilih, menjadi bad or good , atau sekalian menjadi bad driver. Dan, perusahaan atau institusi pun punya pilihan: memasukkan mereka ke dalam “lemari es”atau melakukan transformasi. Pengalaman kami di Rumah Perubahan menunjukkan transformasi harus dimulai dari upaya sungguh-sungguh untuk mengubah para passenger ini menjadi good passenger , lalu menjadi good driver . Memberikan mereka pelatihan-pelatihan manajerial saja takkan membuahkan hasil yang bermanfaat.

Executive Functioning

Saya ingin kembali ke dunia yang tengah dihadapi oleh kaum muda, yang kelak akan juga menjadi eksekutif. Anak-anak kita dan para pekerja (serta eksekutif) muda menghadapi dunia baru yang benar-benar berbeda dengan kita, sehingga mudah sekali “berpaling” dari hal-hal rutin seperti sekolah dan belajar. Sekali lagi, pahamilah bahwa mereka hidup dalam dunia yang penuh dengan “gangguan” ( distraction ), seperti media sosial dan telekomunikasi yang saling bersahutan. Kita semua akan sangat kesulitan menjaga dan membimbing anak-anak kita bila modal dasar executive functioning tidak ditanam sejak dini. Apalagi bila sekolah hanya fokus pada angka dan huruf, seakan-akan pe­ngetahuan dan rumus adalah segala-galanya.

Menurut berita yang saya baca, Dul (AQJ) ternyata sudah sejak bulan Juni (2013) tak sekolah (kasus tabrakannya terjadi September 2013). Saya tak tahu tentang kebenaran berita ini. Tetapi Minggu dini hari itu ia masih mengendarai mobil, meng­antar pacar lewat jalan tol, tentu dapat mengindikasikan anak itu (ini juga bisa terjadi pada anak-anak kita, bukan?)

telah hidup dalam abad distraction . Dan, kemungkinan mengalami kesulitan untuk fokus sekolah dan belajar. Studi-studi tentang executive functioning antara lain bisa kita temui dalam buku Ellen Galinsky dan Debora Philip ( Mind in the Making: The Seven Essential Life Skills Every Child Needs , 2010).

Mereka menemukan, pada abad ini, kaum muda perlu menda­pat fondasi hidup yang jauh lebih penting dari sekadar tahu angka dan huruf. Kaum muda itu perlu dilatih tiga hal: working memory, inhibitory control , dan cognitive flexibility. Ketiga hal itulah yang akan membentuk generasi emas yang bertanggung jawab dan produktif. Mereka sedari dini perlu dibentuk untuk bekerja secara efektif, fokus, tahu dan bekerja dengan aturan, sikap positif terhadap orang lain, mengatasi ketidaknyamanan dan permintaan yang beragam, serta cara mengelola informasi yang datang bertubi-tubi.

waznd.org

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon